Konfrensi Obat Tradisional se ASEAN di Solo Indonesia Kaya Tanaman Obat

ASIAN Conference On Traditional Medicine akan diselenggarakan di Solo, Jawa Tengah, 31 Oktober–2 November 2011. Konferensi ini difokuskan untuk pengembangan obat tradisional di kawasan ASEAN

Kepala Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemologi Klinik, Litbang Kemenkes Siswanto, mengatakan, kegiatan ini sebagai upaya mengintegrasikan pengobatan tradisional dalam sistem pelayanan kesehatan formal.
Menurut dia, saat ini dokter maupun dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran harus sesuai dengan prinsip-prinsip evidence based medicine (praktik dokter berdasarkan bukti).
Tema Conference: “The Utilization of Evidence Based Traditional Medicine in the Health Care Facilities”  Pada pertemuan di Solo ini, pada wakil dari negar-negara ASEAN akan menyampaikan  kemajuan tiap negara anggota ASEAN tentang pelaksanaan dari komitmen yang telah disepakati pada konferensi sebelumnya. Agenda lain berupa Group discussion,  Pemutaran Film documenter tentang Perkembangan jamu Indonesia dan perkembangan traditional medicine di Negara Anggota ASEAN
Selain itu peserta juga melakukan kunjungan ke  daerah binaan Toga, Puskesmas, Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) di Tawangmangu- Karangnyar, kampung jamu, kunjungan wisata dan batik shop

Kaya Bahan Obat
Dalam hal obat tradiosional, Indonesia termasuk negara yang memiliki keyaan tanaman obat yang cukup besar.  Ada  sekitar 11 persen jenis tumbuhan dunia, yaitu sekitar 30.000 jenis tumbuhan dan sekitar 7.000 jenis di antaranya adalah tanaman obat.
Keanekaragaman hayati bisa menjadi kekuatan Indonesia dan negara ASEAN sehingga diperlukan kerja sama untuk memanfaatkannya. Bila pengembangan obat tradisional berbasiskan tanaman obat ini dilakukan secara kompak, ASEAN berkesempatan besar berkiprah di percaturan global.
“Informasi potensi tanaman obat di ASEAN, terutama Indonesia, perlu disebar seluas mungkin. Lalu, masyarakat bisa mengakses dan memanfaatkan informasi tersebut,“  sebagaimana pernah diungkapkan Tifatul Sembiring, Menteri Komunikasi dan Informatika.
Untuk memantapkan langkah, ASEAN menggelar konferensi ketiga tentang Utilization of Evidence-Based Traditional Medicine in the Health Care Facilities pada 30-2 November November 2011 di Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus Tawangmangu, Jawa Tengah. Konferensi tersebut dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, seperti menteri terkait, perwakilan industri, akademisi, International Government Organization, LSM, dan lain-lain.
“Konferensi tingkat ASEAN bisa memberikan informasi yang memadai tentang usaha serius pengembangan obat herbal untuk memfasilitasi sistem kesehatan masyarakat,” kata Tifatul. Apalagi 49,53 persen penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas pernah minum jamu dan 4,36 persen minum jamu setiap hari.
Jamu Indonesia bahannya berasal dari tanaman obat (herbal) yang secara turun temurun telah digunakan dari generasi ke generasi. Luar biasa, sekitar 30 ribu tanaman obat tumbuh subur di Indonesia dan sekitar 9 ribu diantaranya telah diketahui dapat dimanfaatkan sebagai obat. Sayang sekali, sangat sedikit pemanfaatan jamu berdasarkan kajian ilmiah (evidence based).
Data Riskesdas 2010 menunjukan bahwa hampir separuh (49.53%) penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas pernah menggunakan jamu. Sekitar lima persen (4.36%) meminum jamu setiap hari, sedangkan sisanya (45.17%) meminum jamu secara kadang-kadang.
Pasar bebas/global seharusnya menjadikan Indonesia sebagai sentra bahan jamu, namun kita malah menjadi sasaran pasar yang empuk bagi negara lain pemasok herbal. Sementara itu, kita merasa puas hanya ekspor bahan mentah (raw material) dengan harga amat murah. Disadari, memadainya alat-alat lab litbang. Pasar jamu sendiri juga belum tercipta dengan kompak di negeri tercinta ini.
Menyikapi ketimpangan tersebut, ketika pada 8 Maret 2009 Presiden berkunjung ke B2P2TO-OT Tawangmangu, kita semua ditantang untuk mampu swasembada bahan baku obat/jamu dan diinstruksikan agar jamu menjadi tuan rumah di negeri kita tercinta karena Indonesia memiliki mega bio-diversity tanaman obat.

Lembaga litbang di Indonesia harus responsif dan secara tanggung renteng bergerak di simultan melaksanakan tugas Kepala Negara tersebut, sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Jamu Indonesia bahannya berasal dari tanaman obat (herbal) yang secara turun temurun telah digunakan dari generasi ke generasi. Luar biasa, sekitar 30 ribu tanaman obat tumbuh subur di Indonesia dan sekitar 9 ribu diantaranya telah diketahui dapat dimanfaatkan sebagai obat. Sayang sekali, sangat sedikit pemanfaatan jamu berdasarkan kajian ilmiah (evidence based).
Data Riskesdas 2010 menunjukan bahwa hampir separuh (49.53%) penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas pernah menggunakan jamu. Sekitar lima persen (4.36%) meminum jamu setiap hari, sedangkan sisanya (45.17%) meminum jamu secara kadang-kadang.
Pasar bebas/global seharusnya menjadikan Indonesia sebagai sentra bahan jamu, namun kita malah menjadi sasaran pasar yang empuk bagi negara lain pemasok herbal. Sementara itu, kita merasa puas hanya ekspor bahan mentah (raw material) dengan harga amat murah. Disadari, memadainya alat-alat lab litbang. Pasar jamu sendiri juga belum tercipta dengan kompak di negeri tercinta ini.
Menyikapi ketimpangan tersebut, ketika pada 8 Maret 2009 Presiden berkunjung ke B2P2TO-OT Tawangmangu, kita semua ditantang untuk mampu swasembada bahan baku obat/jamu dan diinstruksikan agar jamu menjadi tuan rumah di negeri kita tercinta karena Indonesia memiliki mega bio-diversity tanaman obat.
Lembaga litbang di Indonesia harus responsif dan secara tanggung renteng bergerak di simultan melaksanakan tugas Kepala Negara tersebut, sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing.  (Bangsar/Wan/02)

Leave a Response

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Refresh Image

*

You may use these HTML tags and attributes: