Maknai Kritik Sebagai Pembelajaran

“Kami bisa memaklumi kekecewaan sebagian masyarakat terhadap kinerja parlemen karena memang masih ada anggota dewan yang belum maksimal menjawab harapan rakyat sebagaimana dijanjikan saat kampanye.” Demikian dikatakan Ketua DPRD Kabupaten Pemalang, Waluyo, AT saat ditemui LIFESTYLE belum lama ini di ruang kerjanya.

Foto Waluyo, AT

Kritik terhadap kinerja parlemen juga harus bisa dimaknai bah­wa apa yang dilakukan dewan masih ada yang kurang pas di hati masyarakat. Tapi kepada masyarakat yang akan menyampaikan kritik pun diharapkan bersikap objektif, murni dan konstruktif. Sebab sering diten­garai, kritik yang disampaikan lewat berbagai demo merupakan titipan pihak tertentu.

Menanggapi hasil berbagai survey yang mencantumkan DPR/ DPRD berada di posisi atas dalam hal korupsi, Waluyo AT mengatakan, masyarakat menyamaratakan antara DPR RI dengan DPRD kabupaten/ kota. Padahal ada perbedaan men­dasar diantara kedua lembaga. DPR RI termasuk pengguna anggaran dan ‘hanya’ taat pada UU. DPRD kabu­paten/kota, selain harus menaati UU, juga harus menaati Permendagri, Perda dan aturan-aturan lain. DPRD hanya mengusulkan anggaran, kare­na yang menggunakan adalah SKPD. Kalau bukan pengguna anggaran mana mungkin melakukan korupsi?

Memang ada anggaran opera­sional DPRD. Tapi sebelum anggaran turun, Renstra-nya sudah jelas, ke­mana saja anggaran itu diguna-kan. Misalnya, dana asuransi. Dulu ada is­tilah asuransi fiktif karena uang diam­bil secara tunai oleh anggota dewan. Sekarang uang harus benar-benar diserahkan kepada perusahaan asur­ansi sebagai jaminan kesehatan. Bila dalam setahun tidak sakit, ya uang pertanggungannya hilang. Tapi kalau sakit, pengobatannya dibiayai peru­sahaan asuransi. Demikian juga dana tali asih. Sekarang aturannya sudah jelas, mekanisme pemberiannya juga jelas. Sehingga sangat sulit anggota DPRD melakukan korupsi.

Meski demikian, Ketua DPC PDIP Pemalang ini berharap agar semua anggota parlemen baik di tingkat pusat maupun daerah, intro­speksi diri, apa yang mencantumkan diperbuat kepada masyarakat.

“Marilah betul-betul memikir­kan apa yang dibutuhkan konstituen agar taraf hidupnya lebih baik. Cara paling baik untuk mengetahui ke­butuhan konstituen adalah sesering mungkin berada di tengah mereka. Kita harus sadar, bahwa yang mem­bayar gaji dan tunjangan dewan adalah masyarakat. Makanya, jan­gan sakiti hati rakyat. Kedua, kepada masyarakat Pemalang, kami berjanji akan berusaha memberikan yang ter­baik,” kata pemilik motto hidup Jas Merah; Jangan Melupakan sejarah.

Diminta menjelaskan makna motto hidup tersebut, penggemar sepakbola dan bulu tangkis ini men­gatakan, dirinya termasuk pengagum Bung Karno. Motto Jas Merah pun meminjam istilah sang Proklamator; Jasmerah merupakan bahan instros­peksi paling dalam.

“Saya kira orang yang bisa sung­guh-sungguh memahami makna Jas­merah, akan selamat di dunia dan akhirat,” katanya mengakhiri.

Robinson S

Leave a Response

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Refresh Image

*

You may use these HTML tags and attributes: