Ditlantas Polda DIY Pecahkan Rekor MURI

Ditlantas Polda DIY menggelar Apel Besar Becak Jogja dengan membagikan 1.140 rompi kepada para penarik becak di Alun-alun Utara Yogyakarta, 13 Nopember 2012. Bertajuk Apel Becak Jogja (Bejo), acara tersebut tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURIhttp://sphotos-e.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-prn1/72521_418729208197325_171013769_n.jpg). Rekor berupa penyematan rompi terbanyak. Yakni kepada seribu seratus empat puluh pengemudi becak yang hanya dilakukan di Yogyakarta.
Apel akbar ini diselenggarakan oleh Ditlantas POLDA DIY dalam rangka mengkampanyekan ke-selamatan berlalu lintas. Direktur Lalu Lintas Polda DIY, Kombes. Pol. Bambang Pristiwanto, SH., MM menjelaskan, Apel Bejo ini digelar untuk menggelorakan ke-selamatan berlalu lintas.
Kegiatan ini termasuk dekade aksi keselamatan nasional dengan slogan ‘Jadilah Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas dan Budayakan Keselamatan Sebagai Kebutuhan.’ “Kami ingin tampil beda dalam menggelorakan slogan itu. Kali ini kami menggandeng pengemudi becak dengan membagikan rompi keselamatan 1.140 unit,” kata Dirlantas kepada LIFESTYLE disela-sela kegiatan.
Mengapa becak yang dipilih? Karena sarana transportasi non kendaraan bermotor itu merupakan aset pariwisata Yogyakarta. Diharapkan, pengemudi becak menjadi pelopor dalam etika berlalu lintas di provinsi ini. Selain itu, bisa pula mensosialisasikan keselamatan lalu lintas kepada wisatawan yang memanfaatkan becak.
Dalam catatan Dirlantas, becak adalah pengguna lalu lintas yang paling minim mengalami kecelakaan. Sehingga becak menjadi pelopor keselamatan berlalu lintas. “Rompi itu bertulisan Becak Jogja (Bejo) Cinta keselamatan berlalu lintas. Pengemudi becak saja bisa tertib berlalu lintas, tentu pengemudi mobil dan sepeda motor juga bisa tertib,” kata Bambang.
Apel Besar Becak Jogja (Bejo) tersebut menjadi penanda dimulainya ketertiban lalu lintas di Yogyakarta secara menyeluruh. Namun, untuk becak itu sendiri pun momen tersebut menyimpan pesan kuat.
Bambang mengingatkan, mewujudkan keselamatan di jalan raya tidak hanya menjadi tanggung jawab Kepolisian dan pemerintah. Tapi semua elemen masyarakat memiliki tanggung jawab yang sama. Hal itu mencakup semua pengguna jalan. Seperti pengemudi mobil, sepeda motor, sepeda onthel, pejalan kaki, pengemudi andong, pengemudi becak dan pengendara angkutan umum. ”Setiap orang tentu ingin selamat ketika di jalan raya, termasuk pejalan kaki,” tandas Bambang.
Dalam kesempatan itu, Bambang memohon maaf kepada masyarakat jika kesulitan mencari becak. Karena becak-becak di wilayah Kota Yogyakarta, Sleman dan Bantul ikut apel.
Dalam acara ini Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen. Pol. Puji Hartanto didaulat menyematkan rompi kepada pengemudi becak. Selain itu, kegiatan juga diisi dengan pemasangan stiker dan penyerahan tiga becak kepada paguyuban becak Yogyakarta.
Hadir dalam Apel Akbar Becak Yogyakarta ini Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Wagub DIY, Paku Alam IX, Kakorlantas Polri Irjen Puji Hartanto, Kapolda DIY Sabar Raharjo, Ketua MURI Jaya Suprana, Gubernur Akademi Angkatan Udara (AAU) Marsekal Muda TNI Bambang Samoedro, S.Sos, Danlanud Adi Sutjipto Marsekal Pertama TNI Abdul Muis dan lain-lain.

Jadi Warisan Budaya Dunia
Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam kesempatan tersebut mengatakan, becak Yogyakarta harus mampu mengukuhkan predikat Yogyakarta sebagai kota budaya. Di antaranya dengan tertib berlalu lintas. Becak Yogya sebagai transportasi non motor akan melekat predikat sebagai moda budaya.
“Di saat becak diburu dan dihilangkan, pada saat itu Sri Sultan Hamengku Buwono IX almarhum menyatakan, becak dapat dijadikan ciri penanda budaya Jawa. Sehingga harus dijaga kelangsungan hidupnya,” ungkap Sultan, disambut tepuk tangan meriah oleh ribuan pengemudi becak.
Lebih lanjut Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan, apel tersebut tidak boleh hanya berhenti pada aksi seremonial. Setelah apel becak, diwajibkan tidak ada lagi becak yang berhenti melintang di tengah persimpangan traffic light.
Pernyataan Sultan itu disambut riuh tawa para pengemudi becak yang tersindir. Belum lagi para pengemudi becak terdiam, Sultan melanjutkan, “Yang di Pasar Beringharjo jangan biasakan kelebihan muatan.” Sontak para pengemudi becak kian ramai karena disindir.
Namun, jelas terlihat di wajah para tukang becak ini terpancar rasa bahagia karena ikut dalam momentum penting tersebut. Secara serentak, mereka menyatakan sanggup untuk tertib lalu lintas ketika ditanya pemandu acara.
Sultan berpesan, ketertiban merupakan awal keselamatan lalu lintas. Bagi pengemudi becak, hal itu wajib dilakukan karena setiap hari mereka membawa penumpang atau nyawa orang lain.
Sultan menegaskan bahwa keberadaan becak di Yogyakarta lebih dari sekadar alat transportasi. Becak memiliki filosofi kebudayaan Jogja. “Tulisan pada selebor becak itu memiliki makna kebahagiaan, gemah ripah, marem, dan raharja. Pandangan orang Jawa, ini filosofi menemukan kebahagiaan dalam kekurangan. Dalam kebahagiaan, ada kekurangan,” katanya.
Becak Jogja merupakan modal budaya. Ketika di Jakarta becak dihapuskan, Hamengku Buwono IX justru mempertahankan becak Jogja. Apa yang tertulis pada selebor becak, menurut Sultan, mengandung makna prinsip kedisiplinan. Sebab itulah momen apel besar becak Jogja semestinya dilanjutkan dalam keseharian. Sehingga rekor MURI yang terukir menjadi bermakna.
Pernyataan Sultan akhirnya menggugah Jaya Suprana. Sehingga dia bertekad mengusulkan keberadaan becak di Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia. “Momentum penyerahan piagam MURI pada apel akbar becak ini sangat mengharukan,” jelas ketua yayasan MURI ini mengatakan.
Jaya Suprana menambahkan, becak pantas diajukan ke UNESCO sebagai warisan kebudayaan dunia asal Indonesia. Karena becak memiliki banyak makna. Makna becak ini sangat luhur sebagai warisan kebudayaan dunia mahakarya Indonesia.
“Apel yang dihadiri 1000 becak ini hanya ada di Jogja. Karena di luar negeri tidak bakal ada becak sebanyak ini. Tidak hanya peserta terbanyak, tapi DIY juga mampu mempertahankan becak sebagai warisan budaya Indonesia. Menghapus becak menurut saya itu adalah dosa kebudayaan,” kata Jaya Suprana.
Menurutnya, Paris mengadopsi transportasi becak dari Yogyakarta. Tapi apel sampai 1.000 becak hanya di Yogyakarta. Itu artinya hanya becak Jogja yang jumlahnya banyak dan masih eksis.
Acara apel akbar becak ini diawali dengan tarian Pancasari yang diperagakan seniman Didik Nini Thowok dan traffic dance anggota Ditlantas Polda DIY. Dalam acara ini Ditlantas Polda DIY juga mempersembahkan batik yang bermotif rambu-rambu lalulintas.  (Ely/Adi)

Leave a Response

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Refresh Image

*

You may use these HTML tags and attributes: