Illegal Logging Atau Illegal Booking ?

Tentu kita masih ingat banjir bandang yang terjadi di Trenggalek pada April 2006 silam, yang mungkin merupakan bencana besar yang menerjang kawasan kota yang terkenal dengan alen-alennya. Juga longsor akhir-akhir ini yang sering terjadi di wilayah pegunungan seperti daerah Watulimo, Panggul, maupun Munjungan. Warga harus selalu waspada, apalagi memasuki musim penghujan seperti saat ini.

Jika kita sejenak mengingat kembali pelajaran IPA waktu di sekolah dasar dulu, dapat ditarik kesimpulan bahwa bencana banjir dan longsor terjadi karena lemahnya daya serap tanah di daerah peresapan air. Dengan kata lain yang lebih mudah dipahami, akar dari pohon yang tumbuh di hutan berfungsi sebagai penahan air dari dataran tinggi ke dataran rendah. Lalu, kenapa bisa terjadi banjir dan longsor? Jawabannya, karena pohon yang ada di hutan mulai berkurang, juga tanah pegunungan yang tidak mampu lagi menahan erosi. Pertanyaannya kenapa pohon di hutan berkurang?

Mungkin lebih tepat jika kita mengatakan bahwa pohon di hutan Trenggalek tidak berkurang, tetapi “sengaja dikurangi”. Oleh siapa? Tentunya oleh pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan yang besar. Bukankah sudah ada Peraturan Undang-Undang tentang Illegal Logging, seperti UU Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ataupun Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2005 tentang Illegal Logging, tapi kenapa masih sering terjadi pembalakan liar, khususnya di hutan Trenggalek?

Menurut Wakil Administrasi Perhutani dan Kepolisian Hutan (SKPH Kediri Selatan) Wahyu Dwi Hatmojo, terjadi 30 kasus pembalakan liar terhitung mulai Januari hingga Oktober 2013. Kasus pencurian kayu hutan tersebut sebagian besar terjadi di wilayah Dongko, Panggul, dan Watulimo, yaitu sebanyak 419 batang yang berhasil diamankan.

Ada beberapa penjelasan mengenai masalah tersebut. Yang pertama, adalah kondisi kesejahteraan masyarakat Trenggalek yang bisa dibilang masih berada di bawah daerah-daerah lain di Jawa Timur. Hal tersebut  memicu sebagian warga untuk mencari kesempatan demi mendapatkan keuntungan yang besar dan cepat. Jika memang karena masalah kesejahteraan, berarti adalah pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah, bagaimana supaya kesejahteraan masyarakat bisa lebih baik.

Yang kedua, lemahnya pengawasan dari pihak-pihak berwenang, dalam hal ini Perhutani ataupun Kepolisian Hutan. Bukankah sudah jelas dan tegas Undang-Undangnya, maupun sanksi-sanksi pidananya. Jadi petugaspun bukan hanya harus lebih tegas, tapi juga harus lebih gesit, lebih jeli dalam melakukan pengawasan.

Yang ketiga, kemungkinan adanya oknum-oknum yang memanfaatkan masalah tersebut. Adanya kong-kalikong demi memuluskan kepentingan pihak-pihak pencari keuntungan, dengan sama-sama berbagi untung. Bisa saja hal itu terjadi, ketika pihak terkait tidak mau ribet dengan urusan yang panjang, dan adanya oknum yang tergiur dengan keuntungan cepat tanpa harus melakukan prosedur hukum. Jika sudah begini, bukan hanya illegal logging lagi namanya, tapi menjadi illegal booking. Karena terkesan bahwa kayu di hutan tersebut sudah dipesan oleh para pencuri kayu. Atau bisa juga kita katakan illegal backing, sebab adanya dukungan dari oknum dibelakangnya.

Oleh karena itu, maka sangat diperlukan adanya kontrol dari semua pihak, bahkan masyarakat sekalipun harus ikut menjaga dan mengawasi. Karena kekayaan alam bangsa ini adalah untuk kepentingan bersama, bukan hanya untuk kebutuhan segelintir orang maupun kelompok.

by: DyanS

Share Button

Leave a Response

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Refresh Image

*

You may use these HTML tags and attributes: