Dicari Pemimpin Sederhana

Kesederhanaan. Sebuah kata yang  gampang diucapkan tapi amat sukar dilaksanakan. Kesederhanaan merupakan sesuatu yang langka ditemui di kalangan pejabat negeri ini. Lihatlah kehidupan mereka yang diliputi kemewahan. Mobil mengkilap, pakaian mahal, rumah gedong atau barang-barang serba wah yang harganya selangit. Di sisi lain, para pembayar pajak atau rakyat masih hidup sengsara. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013, jumlah masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan telah menyundul angka 28,55 persen atau 11,47 persen dari total penduduk. Bahkan, Bank Dunia mencatat, kemiskinan jauh melampaui data BPS, yakni 40 persen. Artinya lebih dari 100 juta rakyat Indonesia hidup miskin.
Praktik hidup mewah yang dipertontonkan, menurut Guru Besar Antropologi Universitas Andalas Prof. Dr. Nursyiwan Efendi, membuat pejabat publik bak pemeran antagonis. Sebab negara bertugas menciptakan kesejahteraan yang adil dan merata. Ironisnya, justru para pejabat negara sendiri yang membuat ketidakadilan dan ketidakmerataan kesejahteraan.
Seharusnya para pemimpin meneladani akhlaq Rasulullah Muhammad SAW. Misalnya, beliau tidur beralaskan pelepah kurma dan sering menahan lapar dengan mengikatkan selembar kain yang diisi kerikil di perut. Sedangkan perabotan rumah cuma meja, anyaman daun kurma sebagai tempat duduknya dan geriba atau tempat air wudhu. Padahal Muhammad SAW adalah kepala negara sekaligus pemimpin besar umat Islam dunia.
Dalam sebuah kisah, melihat Nabi yang tengah menahan lapar Umar bin Khattab pernah menawarkan sedikit makanan. Namun Nabi menolak dengan santun: “Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan Allah nanti, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?”
Seharusnya pemimpin jadi pelayan masyarakat dan mengutamakan kepentingan pribadi. Kini yang terjadi malah sebaliknya, pemimpin justru minta dilayani rakyat. Lebih parah lagi, mereka memperkaya diri dengan mencuri hasil pajak masyarakat alias korupsi.
Meski demikian, tak semua pemimpin negara identik dengan kemewahan. Tinggal di rumah mewah, ke mana-mana naik limusin, punya ratusan pengawal, fasilitas serba wah dan gaji melimpah. Di berbagai belahan dunia, tetap ada pemimpin-pemimpin yang tak beda jauh dengan kehidupan rakyatnya. Bagi mereka, tugas Presiden adalah melayani rakyat.
1. Soekarno (Indonesia)
Ketika dilantik menjadi Presiden, Bung Karno hanya merayakannya dengan “lima puluh tusuk sate ayam”. Soekarno pun belum punya mobil kepresidenan. Sudiro, seorang pejuang dan aktivis Menteng 31, mengambil paksa mobil buck besar milik Kepala Jawatan Kereta Api Jepang. Mobil itu sanggup memuat tujuh orang dan merupakan mobil paling mewah di Jakarta saat itu.
Ketika duduk di kursi Presiden, Bung Karno belum menerima gaji. Jangankan untuk membeli pakaian mahal, kebutuhan untuk makan saja kadang tidak memadai. Sebagian besar pakaian dinas mapun pribadi dijahit sendiri oleh Pemimpin Besar Revolusi ini. Bahkan, hingga lengser dari kursi presiden Soekarno tidak memiliki rumah.
Ketika sekutu dan NICA mulai masuk Jakarta, situasi pun tidak aman. Presiden Soekarno berkali-kali mendapat ancaman pembunuhan, bahkan berkali-kali diberondong peluru. Alhasil, bung Karno dan istrinya harus berpindah-pindah tempat dan kadang-kadang menginap di rumah penduduk. Soekarno kerap tidur meringkuk dalam tikar di atas ubin yang lembab.
Pernah suatu hari, ketika Presiden menyambut tamu dari Philipina. Yang disajikan hanyalah secangkir air putih. “Kami tidak punya anggur. Jadi dia hanya minum air, karena itulah yang ada pada kami,” kata Bung Karno.

2. Fernando Lugo (Paraguay)
Dia dijuluki “pastor kaum papa”. Maklum, sebelum menjadi kandidat Presiden, Fernando Armindo Lugo Mendes adalah pastor yang sangat getol membela kaum tertindas. “Bila ada hal yang paling menyakitkan saya, maka itu adalah ketidakadilan dan terutama sekali ketidakadilan sosial,” kata Lugo.
Begitu dilantik menjadi Presiden tahun 2008, Lugo langsung menyatakan tidak akan menerima gajinya sebesar 4000 USD per bulan. “Saya tidak membutuhkan gaji itu, yang sebetulnya hak kaum miskin,” katanya.
Selama menjadi Presiden, Lugo memilih tetap tinggal di rumahnya yang sederhana. Ia juga selalu berpakaian sangat sederhana: kemeja panjang atau lengan pendek. Dan makanan harian Lugo berupa singkong rebus, nasi putih, daun kol cacah (salad), dan ikan. Jenis makanan sehari-hari rakyat biasa di Paraguay.

3. Fidel Castro (Kuba)
Dialah salah satu pemimpin Revolusi Kuba tahun 1959. Berpaham sosialis dan menentang imperialisme, Fidel Alejandro Castro dan Kuba sering didiskreditkan negara barat. Salah satunya, Fidel dianggap diktator dan hidup mewah. Majalah Forbes, misalnya, menuding Fidel punya simpanan 900 juta USD di luar negeri.
Fidel sendiri sudah membantah tudingan Forbes. Ia bahkan menantang Forebs, “Jika anda bisa membuktikan saya punya uang 1 dollar di luar negeri, saya akan mundur dari jabatan saya.” Kenyataannya, memang Castro hidup sangat sederhana. Gajinya hanya sebesar 900 peso atau setara Rp 350 ribu. Di Indonesia saja hampir tidak menemukan lagi ada buruh yang dibayar di bawah Rp 350 ribu per bulan.
Sekalipun gajinya pas-pasan, ia mengaku tak sekarat dalam kelaparan. Sudah begitu, gaji yang kecil itu harus disisipkan untuk menyetor iuran ke partai. Fidel Castro merupakan ‘murid’ ideologi Presiden Indonesia Pertama, Soekarno.

4. Jose Mujica (Uruguay)
Selama 14 tahun Jose Alberto Mujica Cordano atau El Pepe mesti mendekam di penjara. Sebab dia termasuk salah satu pemimpin Gerakan Pembebasan Nasional Tupamaro (MLN-T) dan bergerilya melawan kediktatoran.
Memenangkan pemilu tahun 2009, ‘Pepe’ resmi menduduki kursi Presiden Uruguay pada Maret 2010. Meski jadi orang nomor satu di uruguay, dia tetap memilih menempati rumahnya sendiri di pinggiran kota Montevideo tanpa ada pelayan. Dan hampir semua pekerjaan rumah tangganya, seperti memasak, dikerjakan sendiri.
Pepe Mujica menyumbangkan 90 persen gajinya sebagai presiden untuk menambah anggaran sosial negerinya. Pada tahun 2010, kekayaannya pribadinya tak lebih dari 1800 dollar AS atau sekitar Rp 18 Juta. Ia juga hanya menggunakan Volkswagen Beetle keluaran 1987 sebagai kendaraan pribadinya.
Hidup sederhana memang filosofi politisi kiri ini jauh sebelum jadi Presiden. Ketika masih menjadi anggota parlemen, petugas parkir kantornya sangat kaget ketika melihat Mujica datang hanya mengendari motor vespa. Padahal anggota dewan banyak yang memakai mobil.

5. Nelson Mandela (Afrika Selatan)
Tokoh penentang apartheid ini merupakan pemimpin pembebasan Afrika Selatan. Namanya termasyhur di seluruh penjuru Afrika dan dunia. Meski begitu, Nelson Rolihlahla Mandela tetap sederhana. Begitu menjadi Presiden tahun 1994, Mandela rutin memotong gajinya untuk anggaran sosial. Rumahnya di Johannesburg maupun di desa asalnya, Qunu, terbilang sederhana dan tak ubahnya dengan rumah masyarakat umum.
Tahun 1994, ketika negerinya didera utang warisan rezim lama, Mandela menyerukan pejabat pemerintah agar mengencangkan ikat pinggang. Sebagai langkah awal, ia memulai dengan memotong gajinya sendiri dan Wakil Presiden.

6. Evo Morales (Bolivia)
Dalam sejarah Bolivia, keturunan suku Indian ini adalah Presiden pribumi pertama. Seperti kebanyakan pribumi Bolivia, Juan Evo Morales Ayma kecil hidup sangat miskin. Masa kecilnya dihabiskan dengan menggembala domba. Karena tekanan kemiskinan itu pula, Evo tidak bisa menuntaskan pendidikannya.
Evo adalah seorang petani. Penderitaan yang dialami oleh para petani membuat Evo tertarik bergabung dalam serikat petani kakao. Dan pada 1995, dia turut mendirikan partai gerakan sosial bernama Gerakan untuk Sosialisme (MAS).
Dalam pemilu 2005, Evo memenangkan pemilu Presiden. Begitu ia menempati jabatan presiden, Evo mengumumkan pemotongan setengah gajinya untuk meningkatkan jumlah guru dan dokter. Ia juga menyerukan agar menterinya mengikuti langkahnya.
Ketika Peru dilanda gempa bumi, pada tahun 2007, Evo juga mendonasikan separuh gajinya untuk korban gempa. Separuh gajinya diberikan pula ketika terjadi gempa Haiti dan Chile.
Selama menjadi Presiden, penampilan Evo tak berubah. Yakni pakaian sederhana, seperti jaket kulit atau sweater biasa. Ia juga tidak meninggalkan kebiasan kaum pribumi mengunyah daun koka.

7. Mahmoud Ahmadinejad (Iran)
Dia tersohor karena kerap menentang kebijakan bangsa Barat. Mantan Walikota Teheran ini resmi jadi Presiden tahun 2005. Kekayaannya saat itu hanya satu rumah sederhana seluas 175 meter persegi dan mobil Peugeot putih keluaran 1977.
Ketika pertama masuk istana negara, dia meminta pembantunya menggulung karpet antik peninggalan Persia dan menggantinya dengan karpet biasa. Ia pun menolak kursi VIP di pesawat Kepresidenan. Memang Ahmadinejad selalu berusaha menggambarkan dirinya seperti rakyat kebanyakan. Beberapa fotonya beredar di dunia maya memperlihatkan Ia tertidur pulas di atas karpet biasa.

8. Hugo Chavez (Venezuela)
Lahir dari keluarga kelas pekerja, Hugo Rafael Chavez Frias tumbuh dalam kehidupan yang sangat miskin bersama sang nenek. Sehingga dia paham betul penderiaan kaum dhuafa. Wajar saja, begitu terpilih sebagai Presiden tahun 1998, Chavez bertekad memberdayakan kaum miskin. Dengan kekuasaannya, dia merebut kembali kontrol terhadap sumber daya alam dari tangan asing. Hasilnya digunakan untuk memberantas kemiskinan, membebaskan rakyat dari buta huruf, menggratiskan pendidikan dan kesehatan, menciptakan toko sembako murah di seantero negeri dan uang pensiun bagi lansia.
Sosok Presiden Venezuela ini sederhana dan merakyat. Sebagian besar gajinya disumbangkan untuk anggaran sosial. Ketika melakukan kunjungan, tak jaran dia hanya menggunakan jeep atau menumpangi truk. Ketika hujan lebat mengguyur Venezuela, yang berakibat banjir hebat di mana-mana, Chavez membuka pintu istana Kepresidenan sebagai tempat penampungan. Baginya, Istana Kepresidenan adalah rumah rakyat.

9. Lula Da Silva (Brazil)
Aktivis buruh ini lahir dari keluarga miskin. Sehingga Luiz Inacio Lula Da Silva harus meninggalkan bangku Sekolah Dasar. Sejak usia 12 tahun, Lula hidup di jalanan, jadi tukang semir sepatu dan menjual kacang. Ketika usianya beranjak 14 tahun, dia bekerja di pabrik pengolahan tembaga dan menempati posisi operator mesin bubut.
Lima tahun kemudian, ketika bekerja di perusahaan otomotif, dia kehilangan jarinya karena kecelakaan kerja. Kejadian itulah yang mendorong Lula mengorganisir kawan-kawannya sesama pekerja untuk membangun serikat dan memperjuangkan hak-hak pekerja.
Kemudia Lula tampil sebagai aktivis kiri penentang kediktatoran. Tahun 1971, Lula terpaksa menyaksikan Istrinya, Maria de Lourde, yang menderita penyakit hepatitis, meninggal karena ketiadaan uang untuk membeli obat. Tahun 1978, dia menjadi Presiden Serikat Buruh Pabrik Baja dan terlibat dalam pendirian Partai Buruh (PT).
Tiga kali maju sebagai Calon Presiden, Lula akhirnya terpilih pada tahun 2002. Pertama kalinya dalam sejarah, Brazil dipimpin oleh Presiden berhaluan kiri dan dari latar-belakang kelas pekerja.
Jabatan Presiden tak mengubah kehidupan Lula. Penampilan tetap sederhana. William Gonçalves, seorang Professor di Universitas Negara Rio De Jeneiro, mengatakan Lula adalah rakyat. Dia mengerti perasaan mereka dan berbicara dengan bahasa mereka.
Terpilih dua kali sebagai Presiden Brazil, masa pemerintahannya dianggap sangat sukses. Tak heran, tingkat penerimaan rakyat terhadap pemerintahan Lula mencapai 80 persen.
Oki – dari berbagai sumber

www.simplesharebuttons.comBerbagi dengan teman ...Facebook0Google+0Twitter0tumblrPinterest0LinkedIn0

Leave a Response

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Refresh Image

*

You may use these HTML tags and attributes: