Pemuda Indonesia Belum 100% Merdeka

Bung Karno

Bangsa ini besar akan cerita patriotik para pemuda dimasa lalu. Tidak kurang mulai cerita babad hingga sejarah perjuangan kemerdekaan semuanya dihiasi oleh peran utama adalah tokoh-tokoh pemuda. Lebih jauh lagi ke belakang, para perubah dunia pembawa pesan Tuhan pun lahir dari pemuda. Ingatkah kita bagaimana Ibrahim muda berani menghancurkan patung-patung buatan ayahnya yang disembah oleh masyarakat ketika itu. Bagaimana seorang Musa muda berani mengambil sikap menantang Fir’aun. Bagaimana Isa dengan mukjizatnya sudah menyeru kebeneran sejak dia masih kecil. Bagaimana Muhammad muda seorang yang bisa bergelar Al-Amin sejak masih muda, karena integritasnya dalam perdagangan dan bermasyarakat. Bahkan secara objektif penulis non-muslim Michael H. Hart pada tahun 1978 menempatkan Muhammad pada ranking pertama orang yang paling berpengaruh di dunia.
Dalam sejarahnya, di Indonesia dalam rangka merintis jalur menuju kemerdekaan, pemuda punya peran progresif dan sentral dimulai dari lahirnya organisasi kepemudaan Budi Oetomo pada tahun 1908, lalu Sumpah Pemuda pada tahun 1928, hingga kisah proklamasi kemerdekaan 1945 yang juga diinisiasi oleh para pemuda yang ketika itu suaranya diwakili oleh Sjahrir dan rekan-rekan, yang begitu bergelora agar Indonesia segera merdeka, tidak menunggu hadiah dari bangsa lain, dalam hal ini Jepang, seperti yang mereka janjikan dan selalu di follow-up oleh Soekarno. Sifat alamiah bergelora dan menggebu-gebu dari para pemuda inilah yang menjadikan bahan bakar utama sebuah perubahan radikal yang bisa dilakukan oleh pemuda. Sifat bergelora yang sekaligus tidak mudah patah, karena ketika itu tidak ada pilihan yang lebih indah selain merdeka daripada hidup dibawah penindasan. Dan kemerdekaan Indonesia yang sudah 69 tahun ini adalah kado terindah bagi kita, dari para pemuda yang dahulu memperjuangkan ini semua. Tidak adil jika kado terindah ini kita lupakan, dan kita biarkan usang sebagai cerita heroik saja tanpa ada kelanjutan kisah heroik selanjutnya bagi anak cucu kita, para pemuda di masa yang akan datang. Mari pemuda kita harus merdeka, bangkitlah! Saya sendiri adalah seorang pemuda.
Data sensus terakhir dari BPS mencatat bahwa penduduk Indonesia saat ini mencapai angka 238 juta jiwa, dimana (masih menurut data BPS) 177 juta diantaranya (74%) adalah berusia diatas 15 tahun, dan jika kita kurangi dengan usia bukan angkatan kerja (sekolah ataupun bukan usia produktif atau tua) yang sejumlah 40 juta jiwa, maka di Indonesia saat ini bisa kita perkirakan ada 137 juta pemuda atau 57% dari total penduduk di Indonesia. Bisa kita lihat secara matematis bahwa separuh lebih bangsa ini dihuni oleh pemuda. Bung Karno pernah mengatakan, “Beri aku 10 pemuda, akan aku guncang dunia.” Seharusnya dengan 137 juta pemuda, bukan hanya bisa mengguncang, tapi meluluhlantakkan dunia, mungkin. Mengguncang dunia dalam arti mendobrak ketidakadilan dan keburukan di dunia ini seperti yang diimani dalam pembukaan UUD 1945. Tapi bagaimana kondisi saat ini, apakah pemuda-pemuda Indonesia sudah mengguncang dunia? Faktanya, 23 juta penduduk Indonesia yang masuk dalam kategori pemuda adalah pengangguran (masih menurut data BPS) atau sekitar 17% dari total pemuda yang ada. Bagaimana dengan yang lainnya? Bagaimana pemuda bisa punya peran untuk dunia, untuk bangsa, negaranya, berperan untuk dirinya sendiri saja, sebagian besar dari mereka belum mampu. Pemuda masih terjajah kondisi nasib mereka sendiri, sehingga jangan harapkan mereka bisa mempengaruhi nasib baik bangsa ini! Saya sendiri adalah seorang pemuda.
Dalam memperingati ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1964, Presiden Soekarno ketika itu mengutarakan konsep yang saat ini dikenal dengan istilah Trisakti, yaitu sebagai bangsa kita harus berdikari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Setelah 69 tahun Indonesia merdeka, konsepsi Trisakti ini mungkin harus segera di instal ulang kedalam hati dan pikiran para pemuda saat ini. Pemuda harus mampu berdikari secara ekonomi, sehingga mampu punya sikap dalam perjuangan pembangunan bangsa, dalam kata lain secara politik punya kedaulatan sendiri, dan akhirnya bisa menunjukkan kepribadian yang sesuai cerminan budaya bangsa kita. Berbeda dengan apa yang mungkin saat ini pemuda alami, pemuda sibuk memikirkan bagaimana dapat pacar, galau ditinggal pacar, bagaimana bisa kerja, setelah kerja bagaimana saya bisa beli ini itu, agar terlihat keren dan mewah seperti artis ini itu. Pemuda saat ini selalu merasa tidak cukup dengan apa yang mereka miliki. Rasa tidak cukup itulah yang mengerdilkan langkah mereka, sehingga bagaimana mau memikirkan nasib bangsa ini, berperan untuk nasib bangsa ini, jika untuk diri mereka sendiri saja mereka merasa tidak cukup. Dan kita hanya bisa menyalahkan orang lain saat bangsa ini dibuat mainan oleh mereka, tidak terarah sesuai keinginan kita, seakan-akan itu salah mereka, padahal ini semua tanggung jawab kita, wahai pemuda. Saya sendiri adalah seorang pemuda.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya yang termahsyur Ihya Ulumuddin menuliskan, Ka’ab al-Akhbar Ra berkata bahwa pada suatu hari dia menemui Aisyah Ra dan berkata,”Kedua mata manusia adalah pemberi petunjuk, kedua telinganya adalah penjaga, lidahnya adalah jurubicara, kedua tangannya adalah sayap, kedua kakinya adalah kendaraan bagi berita, dan hatinya adalah raja. Ketika sang raja (hati) baik, maka para tentaranya juga akan baik.” Aisyah berkata,”Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda seperti itu.” Bukan hendak sok suci dan agamis dengan mengutip tulisan dari salah satu ulama besar, bukan juga dalam rangka premodialisme atau kebanggaan atas agama yang saya yakini, tapi semata-mata ungkapan tersebut saya nilai benar. Pemuda, jika ingin merdeka dan keluar mengambil peran, maka merdeka itu mulailah dengan me-merdeka-kan hatimu. Hati yang merdeka, bersih dan baik akan memunculkan perilaku yang merdeka pula, bersih dan baik. Jika kemerdekaan pemuda diartikan sebagai sekedar kebebasan mengekspresikan dirinya, tapi dia berekspresi dalam bentuk idolanya yang aneh-aneh, saya rasa mereka belum merdeka, mereka terjajah oleh idola mereka. Saya pernah dan masih mengalami semua itu. Saya sendiri adalah seorang pemuda.
Robert T. Kiyoshaki dalam serangkaian bukunya Retire Young, Retire Rich, mengatakan bahwa penting setiap orang itu memiliki hero atau pahlawan bagi dirinya, karena kita memiliki kecenderungan untuk meniru orang yang kita idolakan tersebut. Untuk itu pemuda saat ini harus mulai mengambil langkah merdeka, dengan mulai menggeser idola mereka kepada tokoh-tokoh yang menginspirasi di dunia. Sebut saja Muhammad, dari kecil beliau memang diberikan kelebihan kebersihan hati. Hati yang bersih itulah yang menjadikan modal utama Muhammad ketika tumbuh dewasa dan memulai pergerakannya membuat disegani baik kawan maupun lawan. Dan dalam sejarah tidak sedikit yang menjadi musuh besarnya, di akhir kisah menjadi kawan setianya, seperti Umar bin Khattab. Raja Faisal memerintah Arab Saudi sejak tahun 1964, dia yang memulai kemakmuran di wilayah Arab Saudi, sederhana, berpihak pada rakyat. Ia berani mengembargo minyak ke negara-negara yang dinilai merusak, dalam hal ini Amerika beserta sekutunya, hingga akhirnya terbunuh pada tahun 1975. Ahmadinejad, Hugo Chavez, Mandela, Soekarno, Gus Dur, Jose Mujica, Fidel Castro, dan saya yakin masih banyak tokoh yang lebih keren dari ini semua yang bisa kita jadikan idola. Mari belajar kita teladani kebersihan hati mereka terhadap dunia, serta cintanya yang begitu besar terhadap rakyat, bangsa, dan negara. Kita bisa kawan, mari kita bangkit dan merdeka. Merdeka. Merdeka!
Tulisan ini untuk para pemuda agar selalu ingat bahwa saya juga pemuda. ****

www.simplesharebuttons.comBerbagi dengan teman ...Facebook0Google+0Twitter0tumblrPinterest0LinkedIn0

Leave a Response

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Refresh Image

*

You may use these HTML tags and attributes: