Pengembangan Desa Mandiri Energi

Program pemerintah dalam rangka peningkatan penggunaan energi terbarukan, pengembangan dan pendayagunaan biofuel atau bioetanol dengan menggunakan bahan baku yang terdapat di pedesaan, merupakan langkah yang tepat. Pengembangan biofuel akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat, karena bisa menggantikan penggunaan minyak tanah untuk kompor atau sebagai bahan pengganti bahan bakar kendaraan bermotor. Manfaat lain dari pengembangan bioetanol, akan membuka usaha baru dan tambahan penghasilan bagi masyarakat, baik bagi pembuat bioetanol maupun petani penghasil bahan baku.

Untuk memacu pengembangan biofuel, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2005 tentang Kebijakan Energi Nasional yang antara lain menyatakan pada tahun 2025 diharapkan pengembangan biofuel telah dapat menyediakan minimal 5% dari kebutuhan energi nasional. Untuk mensukseskan kebijakan tersebut, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah telah melaksanakan kegiatan pengembangan Desa Mandiri Energi di Jawa Tengah. Kegiatan diwujudkan dengan pembangunan demplot Pengolahan Biofuel di Kabupaten Banjarnegara dan Blora.

“Pengembangan biofuel di Kab. Banjarnegara dilaksanakan di desa Karangkemiri, Kec, Wanadadi dengan menggunakan bahan baku salak afkir atau salak yang tidak layak dijual. Dalam pengembangan tersebut Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah memberikan bantuan berupa mesin produksi/pengolah berkapasitas 300 liter/hari dengan bahan baku sekitar 3 ton salak afkir, sedang penerima bantuan adalah kelompok pemuda “Kompak” desa Karangkemiri, yang selanjutnya akan mengelolanya. Biofuel atau bioetanol yang dihasilkan dari desa ini memiliki kadar etanol lebih dari 80% dan digunakan oleh masyarakat desa tersebut untuk menyalakan kompor. Menggunakan biofuel yang diproduksi desanya sendiri memberikan keuntungan sebab biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan energi lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan minyak tanah, karena harga biofuel Rp 6.000,-/liter atau lebih rendah dibanding harga minyak tanah antara Rp 7.800,- sampai Rp 10.000,-/liter. Dengan demikian desa tersebut akan menjadi desa yang dapat memenuhi kebutuhan energi secara mandiri atau menjadi desa mandiri energy,” kata Kepala Biro Humas Setda Prov Jateng, Agus Utomo, S.Sos.

Dengan potensi salak sebanyak 162,48 ton/tahun, yang berasal dan Kec. Madukara sebanyak 135,95 ton/tahun dan Kec. Banjarmangu sebanyak 26,52 ton/tahun serta harga jual yang tinggi, pengembangan biofuel di Kab. Banjarnegara mempunyai potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagi petani penghasil salak akan memperoleh tambahan pendapatan dari hasil penjualan salak yang seharusnya dibuang, bagi pembuat/pengembang biofuel akan memperoleh usaha baru, dan bagi pemerintah akan memperoleh tambahan pendapatan asli daerah.

Oleh karena itu ke depan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara akan terus mengembangkan biofuel dengan bahan baku salak afkir. Termasuk membuka peluang bagi investor swasta untuk bersama-sama mengembangkan penyediaan biofuel tersebut.( Rosi Reporter-lifestyle)

www.simplesharebuttons.comBerbagi dengan teman ...Facebook0Google+0Twitter0tumblrPinterest0LinkedIn0

Leave a Response

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Refresh Image

*

You may use these HTML tags and attributes: